Minggu, 08 April 2012

Love Phobia Part IV

Janjinya selau kuingat, melekat didalam hati dan pikiranku. Kalimat terindah yang selalu membuatku tersenyum mengingatnya. Aku tersenyum dan terus tersenyum. Arya mengukir banyak cerita dihidupku. Mengajarkan aku tentang hal yang kecil hingga yang besar. Menuntunku untuk mengerti dan memahami. Bersamanya aku menjadi dewasa. Aku merasa ada dunia didalam duniaku, ya, benar itu Arya.
Hari pertamaku disekolah, okey jangan heran jika hanya dalam kurun waktu 1x24 jam saja berita tentang aku dan Arya sudah menyebar. Sudah bisa dipastikan, ada banyak mata yang memperhatikanku. Pasti mereka masih tak percaya, saat ini Mr.Hero sedang bersama Mrs.zero. Ya biarpun keadaan seperti ini sungguh tak nyaman untukku tapi Arya selalu menggenggam tanganku dengan erat, dia menjagaku dari batu yang menghalangi jalanku. Dia memegangku hingga aku yakin aku tak akan jatuh karna kerikil-kerikil kecil itu . Aku tersenyum lagi. Benarkan,,,bersama Arya aku selalu tersenyum. Sebelumnya aku minder berjalan berdampingan dengannya, tapi untuk saat ini aku bangga berjalan disisinya. Sudah basah kenapa tidak mandi sekalian? Mereka sudah terlanjur tahu, so tidak ada yang harus ditutupi lagi. Arya saat ini benar-benar disisiku. Dia benar berjalan disampingku. Aku suka itu. Sekali lagi aku suka dengan Arya.
Aku merasa istimewa, ini tentu karna Arya.Entah karena rasa bahagiaku atau hal lain, yang jelas Arya buatku merasa sempurna. Aku begitu mencintai hidupku saat ini. Tuhan begitu mencintaiku, dalam sujudku, aku selalu meminta untuk selalu didekatkan dengan Arya, merajuk untuk tetap bersama Arya dan menangis untuk dijodohkan dengan Arya. Aku tahu Tuhan pasti tahu tanpa harus ku kirim surat kecil untuknya.
Beberapa bulan sudah hubungan kami dikenal, aku mulai terbiasa menjadi bagian dari perbincangan mereka. Aku mulai terbiasa tersenyum dengan Arya yang ku sebut guardian angelku. Rasanya waktu berjalan begitu cepat saja, melejit tak terasa. Ketika itu natal pertamaku dengan Arya. Dia mengajariku tentang apa makna natal baginya, Arya menceritakan tentang apa itu yesus, roti, dan telur. Aku coba untuk mengerti meski otakku tak sampai. Aku mengangguk bukan bermaksud mengerti, tapi aku mengangguk supaya Arya senang. Aku bertanya kenapa natal itu ada, dan siapa yesus itu? Apakah dia malaikat dari tuhan yang mengantar Arya padaku? Kalau benar aku ingin bertemu dengannya dan berterima kasih.  Arya dengan telaten menjelaskannya padaku, aku hanya mengerutkan keningku ketika apa yang diucap Arya tak sejalan dengan khayalanku.
Natal pertamaku dengan Arya dia mengajakku datang kerumahnya. Rumahnya begitu nyaman, tak perlu barang mewah, rumah besar mobil berjejer di teras, tapi hanya dengan senyuman dan keramahan keluarga. Memasuki rumahnya serasa begitu berat, aku takut, takut bila nanti keluarga Arya tak menyukaiku. Aku hanya tertunduk, begitu melihat sosok Arya di depan pintu, aku tersenyum, sekali lagi Arya membesarkan hatiku, aku mencium tangan kanan Arya, Arya tersenyum. Memasuki ruang tamu yang tak begitu besar tapi nyaman, kakiku tiba-tiba membeku, bukan karena hawa pegunungan yang dikelilingi banyak pantai didaerah sini tapi karena aku malu. Aku yang datang bersama teman-teman sekelasku terlihat mematung, sementara mereka bercanda, dan mulai mengomentari tingkahku yang tak seperti biasanya. Aduh andai kalian tahu, aku ini sedang menata hati, menyembunyikan rasa maluku. Aku duduk dikursi yang berhadapan langsung dengan pintu, berharap ketika itu aku bisa cepat-cepat lari jika diusir dari tempat itu. Begitu banyak khayalan-khayalan yang berkutat dikepalaku ketika itu, aku tak mempedulikan teman-temanku yang membicarakanku, atau bahkan untuk pertama kalinya aku tak mempedulikan Arya yang duduk disebelahku. Aku menjadi paranoid.
Arya membuyarkan lamunanku, dia beranjak dari tempatnya, kemudian menghilang dibalik dinding. Langkah kaki itu kembali mendekat, tapi tunggu itu bukanlah hanya langkah kaki Arya saja, Arya kembali dengan sosok wanita berparas cantik dan terlihat tegas. Aku tahu siapa wanita ini, tentu bukan kekasih Arya, karena aku tahu akulah kekasihnya. Itu Ibu Arya, meski berparas tegas tapi Ibu Arya adalah orang yang lembut. Arya memperkenalkannya padaku dan teman-temanku. Aku mengulurkan tanganku dan mencium tangannya. Seketika itu rasa takutku hilang. Tak lama kemudian Ayah dan kakak Aryapun datang menyambut kami. Ayah Arya adalah sosok yang begitu lembut dan sabar, berbeda sekali dengan Arya yang hoby memarahiku, tapi aku suka itu ^_^. Sedangkan kakaknya lebih pendiam. Aku sangat merasakan nuansa keluarga yang sangat nyaman, yang tak ku dapat dirumahku. Dengan keluarga yang terpisah, pasti takkan sama dengan keadaan dirumah Arya. Arya benar-benar mengajariku tentang Arti keindahan keluarga. Kamipun dipersilahkan memakan jajanan yang sudah terjejer rapi di atas meja. Tak menunggu lama lagi teman-temanku yang begitu memalukanpun kemudian menyerbu kue-kue itu. Andai kalian tahu wahai teman-temanku, “aku malu jadi teman kalian, ups becanda”v^_^. Disaat mereka berusaha menghabiskan kue-kue itu, aku masih terpaku, bergulat dengan rasa maluku. Aku mencoba melihat wajah Arya, dia memperhatikan tingkahku, tapi tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Aku selalu tak kuat melihat tatapannya, entah akupun belum mendapat jawabannya sampai sekarang, mengapa sampai tak kuasa memandang sorot mata Arya. Aku mulai tertunduk lagi.  Hari itu begitu membuatku tak karuan.
Arya mengajakku dan teman-temanku pergi ke pantai. Rumah Arya memang di daerah pegunungan yang di lingkari oleh pantai. Jadi jangan heran jika hanya dalam waktu 30 menit saja kita sudah bisa menjumpai mulut pantai. Sebelum berangkat kami dibekali satu kantong penuh buah sawo, Arya melarangku untuk membawanya, tapi apa boleh buat, teman-teman yang lain sudah terlanjur berangkat, hanya aku dan Arya yang tertinggal. Akhirnya kami berangkat dengan membawa sekantong sawo. Arya diam disepanjang jalan, aku tahu pasti Arya marah karena aku tak menuruti kata-katanya. Tapi tidak, Arya tidak marah. “ Yank, aku pikir kita bisa pacaran, eh kok malah kamu pacaran sama sekantong sawo itu siech,,,!”celetuk Arya.
“Hah maksud kamu karena aku bawa sawo ini aku jadi pacaran sama sawo ini ya? Tentu tidaklah Yank!”Jawabku menjelaskan
“ Coba kalau sawo itu tak ada diantara kita, pasti kamu memelukku dengan erat seperti biasanya”,rengek Arya.
Kemudian aku meminta agar Arya mempercepat laju motornya, mendekati teman-teman yang sudah ada jauh didepan kita. Aku memanggil salah satu temanku yang paling dekat dengan motor Arya, kemudian memintanya untuk membawa kantung sawo itu, dengan alasan berat maka dia mau menggantikanku membawanya.  Aku perlahan melingkarkan tanganku pada pinggang Arya, merapatkan tubuhku dengannya, aku ingin Arya nyaman. Meski aku tak melihat wajah Arya, tapi aku tahu Arya sedang tersenyum.   
Aroma laut mulai tercium, angin pantai mulai menerpa. Aku tahu mulut pantai segera terlihat , aku tak sabar. Kamipun sampai di pantai yang tak begitu ramai tapi pemandangannya begitu indah. Aku langsung berlari menuju tempat peristirahatan, menaruh segala lelahku dalam perjalanan tadi. Arya langsung berlari menantang ombak, aku melihat dari tempatku beristirahat. Kulihat dia melambaikan tangan, dan memanggilku untuk bergabung dengannya. Seketika kulempar tas dan sepatuku, segera melesat menuju Arya. Tangannya bersiap untuk meraihku, aku menerjang ombak bersama dengan Arya. Kamipun bermain air, meluapkan kebahagiaan. Kami mengitari mulut pantai, dengan tetap berpegangan tangan, seakan Arya takut aku terbawa ombak. Berlari, bercanda tertawa,bermain air,berpegangan tangan,melukis dipasir,berdiri memandang matahari dengan Arya itu adalah semua yang aku inginkan saat ini. Aku bahagia. Sampai diujung pantai kita menemukan batu karang yang begitu besar, dibalik karang itu pasirnya berwarna hitam sementara disisi lain pasirnya berwarna putih. Kamipun duduk berteduh di balik karang itu, aku dan Arya menceritakan kebahagiaan kita hari ini. Seketika waktu seperti berhenti, tak ada kata-kata terucap, tak ada perbincangan, kemudian hening, hening dalam waktu yang lumayan lama. Aku memberanikan melihat wajah arya, Aryapun menatapku. Perlahan wajahnya mendekat, masih tetap tanpa kata. Wajah itu kini hanya berjarak 5cm dari wajahku, aku mulai memejamkan mata, bagai terhipnotis, ditempat dimana banyak orang melihat. Aku mencoba mengingatkan tapi Arya hanya tersenyum. Akupun ikut tersenyum. Aku tersipu malu. Aku suka dengan caranya. Aku suka Arya. Menyentuh dengan sederhana, real apa adanya. Cara bertutur yang tak rumit tetapi jujur dan indah. Dalam diamnya ada cinta.
            Matahari mulai tersipu menampakkan merahnya, kamipun beranjak dari balik tebing dan kembali ke tempat teman-teman beristirahat. Arya berjanji mengajakku ke pantai lagi. Aku senang, senang mendengar akan kepantai lagi dengan Arya. Mengulangi kesenangan hari ini. Hari itu pasti akan aku nanti, hari dimana aku bisa berlari, bercanda, tertawa,bermain air, berpegangan tangan, melukis dipasir, berdiri memandang matahari bersama Arya.
By:Tka Merrya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar